budhihadisyahputra.blogspot.com

Senin, 21 Mei 2012

tugas budaya organisasi


EFEKTIFITAS SISTEM REMUNERASI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Budaya Organisasi

 







Oleh :
Siti Aisyah                              (B04209027)
Ika Susanti                             (B04209047)
A. Mas’ud Muzakky             (B04209031)
Mochamad Ludviaji             (B04208018)

Pembimbing:
Samsul Anam, MM

FAKULTAS DAKWAH
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Suatu cara organisasi atau perusahaan meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan karyawannya dan agar tujuan organisasi dapat tercapai adalah melalui penggajian. Masalah penggajian mungkin merupakan fungsi manajemen yang paling sulit dan membingungkan, tidak hanya karena pemberian kompensasi merupakan salah satu tugas yang paling kompleks, tetapi juga salah satu aspek yang paling berarti baik bagi karyawan maupun organisasi. Meskipun kompensasi harus mempunyai dasar yang logik, rasional dan dapat dipertahankan, hal ini menyangkut banyak faktor emosional dari sudut pandang karyawan.
Seringkali ketidak seimbangan gaji atau insentif antara karyawan yang hanya melihat jabatan, serta latar belakang pendidikan karyawan tanpa melihat kinerja atau prestasi yang dicapai oleh karyawan  menyebabkan terjadinya konflik yang berkepanjangan dan menyebabkan menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi. Karenanya perlu pemahaman bagaimana sistem remunerasi dapat dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimankah Remunerasi atau sistem penggajian yang efektif ?
2.      Apakah efektif sistem Remunerasi yang berada dalam pemerintahan ?

C.     Tujuan
1.      Agar dapat mengetahui Remunerasi atau sistem penggajian yang efektif.
2.      Agar dapat mengetahui efektifitas sitem remunerasi yang berada dalam pemerintahan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Remunerasi adalah suatu sistem pengupahan yang mengatur gaji, insentif dan merit/bonus karyawan pada suatu perusahaan. Gaji adalah pembayaran berupa uang untuk pelayanan kerja atau uang yang dibayarkan kepada pegawai. Sedangkan insentif adalah suatu bentuk motifasi yang dinyatakan dalam bentuk uang dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Penghargaan berupa insentif atas dasar prestasi kerja yang tinggi merupakan pengakuan dari pihak organisasi terhadap prestasi karyawan dan kontribusi kepada organisasi.[1] Remunerasi merupakan salah satu unsur yang penting untuk diketahui oleh para manajer karena menyangkut kesejahteraan seluruh karyawan. Remunerasi yang baik bertujuan untuk :
1.      Membangun image yang baik dari organisasi (Building good image).
2.      Menjamin kesejahteraan karyawan (Wellfare)
3.      Memberikan motivasi terhadap kinerja karyawan (Motivations)
4.      Mempertahankan keberadaan karyawan dalam organisasi( Retaining personil)
Dalam penentuan remunerasi  menggunakan 3 prinsip dasar agar terdapat solusi yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan, antara lain :
1.      Kebersamaan dalam organisasi karyawan bekerja saling membutuhkan dan koordinasi yang baik antara Revenue Center maupun Cost Center .
2.      Keterbukaan, semua karyawan dalam bekerja harus terbuka dansaling mengingatkan guna pencapaian hasil optimal.
3.      Keadilan, dalam pelaksanaannya system pembagian remunerasiini harus adil dan wajar sesuai dengan kualitas dan efektifitas kerja masing-masing karyawan.
B.     Menyusun Remunerasi (sistem pengupahan)
Sebagai langkah awal untuk menyusun sistem pengupahan yang adil, manajemen perlu menetapkan suatu hubungan yang konsisten dan sistematik di antara tingkat-tingkat kompensasi dasar bagi semua pekerjaan dalam organisasi. Hal ini dapat disebut sebagai evaluasi pekerjaan, dalam evaluasi pekerjaan manajemen berupaya mempertimbangkan dan mengukur kinerja, keterampilan, usaha, tanggung jawab dan sebagainya para karyawan yang diperlukan untuk prestasi kerja.
Evaluasi pekerjaan adalah berbagai prosedur sistematik untuk menentukan nilai relatif pekerjaan. Sasaran langsung proses ini adalah konsistensi internal maupun eksternaldalam pengupahan dan penggajian. Konsistensi internal adalah berkaitan dengan konsep pengupahan relatif dalam perusahaan, contoh bila seorang atasan dibayar lebih rendah dari bawahan, maka pengupahan tidaklah konsisten. Jadi salah satu tujuan evaluasi pekerjaan adalah untuk mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan mana yang harus dibayar lebih tinggi daripada lainnya, dan menentukan upah berdasarkan kinerja karyawan.
Konsistensi eksternal bersangkutan dengan tingkat relatif struktur penggajian suatu organisasi yang diinginkan dibandingkan dengan struktur yang ada dalam masyarakat, industri atau negara. Organisasi bisa memilih untuk membayar upah/gaji dengan tingkat rata-rata, lebih besar atau lebih kecil dari gaji yang berlaku di luar. Berbagai survei pengupahan dan penggajian mungkin perlu bagipenentuan konsistensi eksternal.
Dengan tercapainya konsistensi internal dan eksternal sebagai tujuan untuk menciptakan sistem pennggajian yang adil, manajemen dapat mengharapkan bahwa evaluasi pekerjaan akan memberikan kepuasan baik kepada perusahaan maupun para karyawan dalam pengupahan dan penggajian.dan melalui pengembangan konsistensi rasional, baik secara internal maupun eksternal, akan meningkatkan kemungkinan bahwa kompensasi itu ditetapkan secara layak dan adil.
Dalam penetapan pendekatan sistematik untuk pengukuran ilai pekerjaan agar remunerasi atau sistem penggajian itu dinilai adil, ada sejumlah persyaratan yang perlu diperhatikan. Pertama organisasi atau perusahaan harus mempunyai deskripsi dan spesifikasi setiap pekerjaan yang jelas dan akurat untuk memberikan data-data yang diukur. Kedua, suatu keputusan harus diambil dengan memperhatikan kelompok atau golongan karyawan dan pekerjaan yang dicakup oleh sistem evaluasi tunggal, karna pada kenyataanya organisasi sering memiliki sistem-sistem yangn terpisah untuk karyawan produksi dan pemeliharaan, klerikal dan administratif, ilmuwan dan profesional, serta menejerial. Pemisahan ini penting karena masing-masing pekerjaan memiliki unsur-unsur dan syarat-syarat pekerjaan yang berbeda. Yang terakhir adalah penyebaran gagasan evaluasi pekerjaan kepada semua karyawan dalam sistem. Penyebaran gagasan ini dimaksudkan untuk membuat para karyawan memahami arti pentingnya dan tujuan evaluasi pekerjaan.
Dalam evaluasi pekerjaan terdapat empat metode yang umum digunakan dan dapat dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama mencakup metode-metode yang lebih sederhana di mana tidak menggunakan faktor-faktor pekerjaan secara terperinci. Pekerjaan dinilai sebagai suatu keseluruhan dengan lebih mendasarkan pada deskripsi pekerjaan daripada spesifikasi pekerjaan. Dalam kategori ini kita mengenal dua metode yaitu job rangking dan job grading. Metode-metode ini paling banyak diterapkan pada organisasi pemerintahan.
Kategori kedua mencakup metode-metode yang menggunakan pendekatan yang lebih terinci. Faktor-faktor pekerjaan dipilih dan diukur. Serta program analisis pekerjaan perusahaan harus menghasilkan spesifikasi pekerjaan yang menguraikan persyaratan-persyaratan untuk setiap faktor tersebut. Dalam kategori ini kita mengenal metode perbandingan faktor dan point system. Metoe-metode ini paling banyak digunakan dalam industri swasta. Banyak perusahaan yang menerapkan lebih dari satu metode. Cara terbaik untuk menguji akurasi salah satu metode adalah dengan menerapkan metode lainnya pada pekerjaan-pekerjaan yang sama.
1.      Job rangking
Job rangking adalah metode evaluasi paling sederhana serta paling kecil ketepatanya. Evaluasinya dengan cara meriview informasi analisis pekerjaan untuk masing-masing pekerjaan. Kemudian setiap pekerjaan ditentukan rangking atau tingkatanya secara subyektif berdasarkan pada tingkat kepentingan relatif  dalam prebandingan dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Hal ini merupakan penyusunan urut-urutan pekerjaan secara keseluruhan. Kelemahan metode ini adalah bahwa sangat mungkin elemen-elemen penting berbagai pekerjaan diabaikan sedangkan item-item tidak penting justru diberi bobot terlalu besar. Serta rengking-rangking tersebut tidak membedakan nilai relatif di antara pekerjaan-pekerjaan.
2.      Job Grading
Job Grading atau job clasificationn adalah metode yang sedikit lebih canggih dibanding dengan job rangking. Organisasi atau perusahaan menyusun deskripsi-deskripsi standar untuk kelompok-kelompok pekerjaan yang akan digunakan untuk menilai pekerjaan-pekerjaan yang ada. Pekerjaan-pekerjaan yang lebih penting dibayar lebih tinggi, tetapi, ketidakakuratan perbedaan di antara kelas-kelas dapat mengakibatkan tingkat upah yang tidak tepat.
3.      Metode perbandingan faktor
Secara esensial merupakan suatu aplikasi sistem penilaian prestasi orang pada evaluasi pekerjaan. Metode ini mengharuskan membandingkan-komponen pekerjaan. Komponen tersebut adalah faktor-faktor yang umum untuk semua pekerjaan dibandingkan dengan faktor yang sama pada pekerjaan-pekerjaan lain. Metode ini memungkinkan untuk menentukan nilai relatif setiap pekerjaan.
4.      Point system
Penelitian menunjukan bahwa metode point system paling banyak digunakan dalam prakteknya. Dalam metode ini selain mengngunakan upah sebagai pembanding, juga digunakan point. Meskipun sulit untuk menyusun metode ini, tetapi metode ini lebih tepat dibandingkan metode pembanding faktor karena metode ini lebih mempertimbangkan faktor-faktor dengan lebih terperinci.
C.     Proses penggajian
Proses penggajian adalah suatu jaringan berbagai sub proses yang komplek dengan maksud untuk memberikan balas jasa kepada karyawan bagi pelaksanaan pekerjaan dan untuk memotivasi mereka agar mencapai tujuan organisasi dan tingkat prestasi kerja yang diinginkan. Berbagai peralatan, sistem dan kebijaksanaan secara khusus digunakan untuk mempermudah proses penggajian. Pada umumnya, pembayaran upah dalam organisasi ditentukan oleh aliran kegiatan-kegiatan yang mencakup analisis pekerjaan, penulisan diskripsi pekerjaan, evaluasi pekerjaan, survai gaji, analisis masalah-masalah organisasional yang relevan, dan lain sebagainya.[2]
D.    EFEKTIFITAS SISTEM REMUNERASI PADA BEBERAPA INTANSI PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Budaya dan semangat perusahaaan sangat dipengaruhi oleh kecenderungan manajer yang tidak menguatkan prestasi yang baik atau menganggap bahwa “prestasi adalah kewajiban karyawan,  mengapa saya harus memberi imbalan?”. Dalam berbagai perusahaan terdapat kecenderungan untuk memberikan hukuman atau imbalan. Perusahaan yang sungguh mendukung/ memperkuat prestasi yang baik, pada umumnya kurang otoriter, lebih partisipasi dan lebih menaruh perhatian pada individu. Sedangkan pada perusahaann yang lebih condong pada penggunaan hukuman lebih tergantung pada budaya manajemen tradisional. Hukum perilaku utama manusia adalah bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Perilaku yang dihargai meningkatkan prestasi. Bila kita belajar menghargai prestasi maka kita akan memiliki prestasi.
Apabila manajer menggambarkan prestasi bawahan  yang buruk, apakah prestasi berpengaruh terhadap bawahan? Apa artinya prestasi bagi karyawan?imbalan apa yang akan mengikuti prestasi yang luar biasa? Dalam pandangan karyawan, jawaban yang paling sering diberikan adalah bahwa tidak akan ada pengaruh apapun sekalipun mereka bekerja lebih keras, lebih cepat, dan lebih cerdik. Yang mungkin akan lebih berbahagia sebagai hasil prestasi tersebut adalah kehidupan manajer, tetapi kehidupan karyawan tidak berubah. Alasan yang paling umum bagi prestasi individu yang buruk adalah “tidak ada imbalan yang memadai untuk peningkatan prestasi”.[3]
Setiap lembaga mengendalikan imbalan dan hukuman, dan tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab untuk mengatur konsekuensi-konsekuensi tersebut. Promosi, gaji, bonus, pemilikan saham, keuntungan, keselamatan kerja, status, pengakuan, pujian dan kesempatan pendidikan adalah bentuk-bentuk imbalan yang di-distribudikan setiap hari oleh perusahaan. Imbalan tersebut adalah biaya-biaya menjalankan bisnis. Dari imbalan tersebut perusahaan tentu akan mendapat keuntungan kembali dan keuntungan tersebut adalah prestasi kerja individu. Hubungan biaya-keuntungan adalah suatu fungsi hubungan kontingen antara prestassi dan penguatan.
Walaupun imbalan finansial unutk prestasi kerja merupakan kebutuhan nyata dan memberikan sumbangan pada lingkungan produktif, namun imbalan tersebut tidak merupakan jawaban. Imbalan finansial haruslah menjadi penekanan total pada prestasi kerja. Penekanan tersebut mulai dari pengukuran. Harus ada ukuran-ukuran prestasi kerja dalam organisasi dengan standar yang jelas bagi setiap orang yakni prestasi kerja sebelumnya dari individu atau kelompok.
Ada sebagian orang yang tidak suka diukur. Hal ini dimaksudkan oleh beberapa orang yang tidak suka pada target kerja. Mereka hanya bekerja sesuai dengan kehendaknya tanpa adanya motivasi-motivasi untuk pencapaian prestasi kerja. Sebaliknya ada beberapa orang yang senang diukur. Merka yang senang pada pengukuran prestasi kerja memiliki motivasi-motivasi untuk lebih bersemangat. Mereka lebih bersemangat ketika mereka tahu bahwa apa yang dihasilkan tersebut akan mendapatkan reward-reward dari atasan mereka.   
Pemeberian gaji melalui sistem remunerasi ini memang dipandang efektif oleh sebagian pihak. Hal ini dimaksudkan pada sebuah sistem yang memang di dalamnya terdapat beberapa prosedur yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam penentuan sistem remunerasi tersebut.  Pada sistem ini dipandang sebagai suatu cara memberikan kompensasi terhadap karyawan yang berdasarkan 3 hal, yaitu kebersamaan, keterbukaan, dan keadilan.
Sesorang akan merasa adil jika semua karyawan atau pegawai menerima gaji yang sama rata pada kedudukan dan tingkat pendidikan yang sama tanpa memandang aspek-aspek lain. Yang menjadi ukuran adalah ketika seseorang tersebut masuk kerja dan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam suatu instansi, itu sudah merupakan suatu kedisiplinan dalam pekerjaan .Akan tetapi yang menjadi perhatian adalah bagaimana dengan para karyawan yang memiliki segudang prestasi dalam menjalankan pekerjaanya?. Hal inilah yang kemudian muncul dan menjadi perhatian banyak pihak. Tidak ada bedanya antara karyawan yang disiplin dengan karyawan yang tidak disiplin. Semua dipandang sama rata, baik itu disiplin maupun tidak. Hal inilah yang akan menjadi pemicu penurunan semangat kerja pada para pegawai.
Sebagai misal, kinerja para pegawai di beberapa kantor instansi pemerintahan. Pada siang hari, tepatnya pada jam kerja, banyak para pegawai yang berkeliaran di luar kantor. Ketika masyarakat sedang membutuhkan suatu pelayanan, tidak ada orang yang bisa diminta untuk memberikan pelayanan. Padahal tugas mereka adalah memberikan pelayanan pada masyarakat. Sehingga 3 aspek yang menjadi tujuan dasar sistem remunerasi yaitu kebersamaan, keterbukaan, dan keadilan tidak tercapai dengan baik. Hal tersebut sangat terlihat bagaimana tidak efektifnya sistem remunerasi yang diterapkan pada bebrapa instansi pemerintahan pada saat ini. Karena prestasi-prestasi yang dituntut pada para pegawai tersebut tidak ada sama sekali.
Jika pada instansi-instansi tersebut diberikan insentif (suatu motivasi yang diberikan dalam bentuk uang) mungkin hal ini akan sedikkit lebih efektif. Maksudnya, semua pegawai tetap menerima gaji pokok yang sesuai dengan kebutuhan para pegawai, namun ada sedikit perbedaan terhadap beberapa pegawai yang dinilai memiliki prestasi-prestasi. Dalam hal ini faktor kebersamaan dan keadilan tetap berjalan. Keadilan antara pegawai yang berprestasi dengan yang tidak berprestasi. Yang berprestasi mendapatkan hak-haknya serta imbalan atas dedikassinya terhadap perusahaan sedangkan yang tidak berprestasi tetap mendapatkan gaji dan tunjangan-tunjangan yang lainnya sesuai kebutuhan pegawai.
      Ada baiknya jika dalam sistem penggajian pada beberapa instansi pemerintahan mencontoh beberapa perusahaan besar yang sukses dalam memotivasi para pegawainya dengan menggunakan insentif kerja. Namun dalam pemberian insentif, haruslah memperhatikan beberapa ketentuan, yaitu antaranya:
1.      Beberapa alat pengukur dari berbagai prestasi karyawan haruslah dapat dibuat secara tepat, bisa diterima, dan wajar.
2.      Berbagai alat pengukur tersebut haruslah dihubungkan dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
3.      Data yang menyangkut berbagai prestasi haruslah dikumpulkan tiap hari, minggu, atau bulan.
4.      Sandar yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar atau tingkat yang sama untuk setiap kelompok kerja.
5.      Gaji/upah total dari upah pokok plus bonus yang diterima haruslah konsisten di antara berbagai kelompok pekerjaan yang menerima insentif, dan antara kelompok yang menerima insentif dan yanng tidak menerima insentif.
6.      Standar prestasi haruslah secara periodik, dengan adanya perubahan dalam prosedur kerja.
Hal ini dimaksudkan agar para karyawan lebih giat lagi dan lebih termotifasi dalam rangka untuk memperoleh insentif pada suatu perusahaan atau organisasi.[4]
Seperti halnya beberapa perusahaan besar yang menggunakan sistem pemberian imbalan atas prestasi yang di lakukan terlihat lebih efektif. Para karyawan lebih termotivasi dalam bekerja dan hasilnya keuntungan yang diperoleh perusahaan berlipat. Kaitannya dengan sistem yang terdapat di pemerintahan, karena orientasinya bukan pada sektor laba, melainkan pada sektor pelayanan terhadap masyarakat tentunya pemberian imbalan atas prestasi-prestasi akan menaikkan semangat kerja dalam organisasi. Para pegawai akan berlomba-lomba dalam memberikan pelayanan dan kepuasan terhadap masyarakat. Secara tidak langsung hal ini akan meningkatkan efektifitas dan lingkungan kerja yang nyaman serta semangat kerja yang tinggi dalam suatu organisasi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Remunerasi adalah suatu sistem pengupahan yang mengatur gaji, insentif dan merit/bonus karyawan pada suatu perusahaan. Gaji adalah pembayaran berupa uang untuk pelayanan kerja atau uang yang dibayarkan kepada pegawai. Dalam penentuan remunerasi  menggunakan 3 prinsip dasar agar terdapat solusi yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan, antara lain :
1.      Kebersamaan dalam organisasi karyawan bekerja saling membutuhkan dan koordinasi yang baik antara Revenue Center maupun Cost Center .
2.      Keterbukaan, semua karyawan dalam bekerja harus terbuka dansaling mengingatkan guna pencapaian hasil optimal.
3.      Keadilan, dalam pelaksanaannya system pembagian remunerasiini harus adil dan wajar sesuai dengan kualitas dan efektifitas kerja masing-masing karyawan.
Namun, jika sistem remmunerasi  yang diterapkan pada instansi pemerintahan tidak memnuhi 3 unsur dari tujuan remunerasi itu sendiri akan menimbulkan suatu ketidak efektifan kerja dalam organisasi.  Hal tersebut sangat terlihat bagaimana tidak efektifnya sistem remunerasi yang diterapkan pada bebrapa instansi pemerintahan pada saat ini. Karena prestasi-prestasi yang dituntut pada para pegawai tersebut tidak ada sama sekali.
Pada kenyataannya, sebagian orang ada yang kinerjanya tidak suka diukur. Hal ini dimaksudkan oleh beberapa orang yang tidak suka pada target kerja. Mereka hanya bekerja sesuai dengan kehendaknya tanpa adanya motivasi-motivasi untuk pencapaian prestasi kerja. Sebaliknya ada beberapa orang yang senang diukur. Merka yang senang pada pengukuran prestasi kerja memiliki motivasi-motivasi untuk lebih bersemangat. Mereka lebih bersemangat ketika mereka tahu bahwa apa yang dihasilkan tersebut akan mendapatkan reward-reward dari atasan mereka. Dalam meningkatkan prestasi-prestasi pegawai maka, ada baiknya jika sistem penggajian di instansi pemerintahan tersebut sebaiknya para pegawai mendapatkan insentif –insentif sesuai dengan kinerja pegawai sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pemberlakuan insentif kinerja.   

DAFTAR PUSTAKA

Handoko,T. Hani. 2000. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2008.  Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Miller,Lawrence M. 1987. Manajemen Era Baru. Jakarta: Erlangga.


[1] Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008, halaman 89.
[2] T. Hani Handoko, Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE, 2000, halaman 161.
[3] Lawrence M. Miller, Manajemen Era Baru, Jakarta: Erlangga, 1987, halaman 59.
[4] Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2008, halaman 89-90.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar