EFEKTIFITAS
SISTEM REMUNERASI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
“Budaya Organisasi”
Oleh :
Siti
Aisyah (B04209027)
Ika
Susanti (B04209047)
A. Mas’ud Muzakky (B04209031)
Mochamad
Ludviaji (B04208018)
Pembimbing:
Samsul Anam, MM
FAKULTAS DAKWAH
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Suatu
cara organisasi atau perusahaan meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan
kepuasan karyawannya dan agar tujuan organisasi dapat tercapai adalah melalui
penggajian. Masalah penggajian mungkin merupakan fungsi manajemen yang paling
sulit dan membingungkan, tidak hanya karena pemberian kompensasi merupakan
salah satu tugas yang paling kompleks, tetapi juga salah satu aspek yang paling
berarti baik bagi karyawan maupun organisasi. Meskipun kompensasi harus
mempunyai dasar yang logik, rasional dan dapat dipertahankan, hal ini
menyangkut banyak faktor emosional dari sudut pandang karyawan.
Seringkali
ketidak seimbangan gaji atau insentif antara karyawan yang hanya melihat
jabatan, serta latar belakang pendidikan karyawan tanpa melihat kinerja atau
prestasi yang dicapai oleh karyawan
menyebabkan terjadinya konflik yang berkepanjangan dan menyebabkan menurunnya
komitmen karyawan terhadap organisasi. Karenanya perlu pemahaman bagaimana
sistem remunerasi dapat dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimankah
Remunerasi atau sistem penggajian yang efektif ?
2. Apakah
efektif sistem Remunerasi yang berada dalam pemerintahan ?
C. Tujuan
1. Agar
dapat mengetahui Remunerasi atau sistem penggajian yang efektif.
2. Agar
dapat mengetahui efektifitas sitem remunerasi yang berada dalam pemerintahan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Remunerasi
adalah suatu sistem pengupahan yang mengatur gaji, insentif dan merit/bonus
karyawan pada suatu perusahaan. Gaji adalah pembayaran berupa uang untuk
pelayanan kerja atau uang yang dibayarkan kepada pegawai. Sedangkan insentif
adalah suatu bentuk motifasi yang dinyatakan dalam bentuk uang dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Penghargaan berupa insentif atas dasar prestasi
kerja yang tinggi merupakan pengakuan dari pihak organisasi terhadap prestasi
karyawan dan kontribusi kepada organisasi.[1]
Remunerasi merupakan salah satu unsur yang penting untuk diketahui oleh para
manajer karena menyangkut kesejahteraan seluruh karyawan. Remunerasi yang baik
bertujuan untuk :
1. Membangun
image yang baik dari organisasi (Building
good image).
2. Menjamin
kesejahteraan karyawan (Wellfare)
3. Memberikan
motivasi terhadap kinerja karyawan (Motivations)
4. Mempertahankan
keberadaan karyawan dalam organisasi( Retaining
personil)
Dalam
penentuan remunerasi menggunakan 3
prinsip dasar agar terdapat solusi yang tepat dan mencapai tujuan yang
diinginkan, antara lain :
1. Kebersamaan
dalam organisasi karyawan bekerja saling membutuhkan dan koordinasi yang baik
antara Revenue Center maupun Cost Center .
2. Keterbukaan,
semua karyawan dalam bekerja harus terbuka dansaling mengingatkan guna
pencapaian hasil optimal.
3. Keadilan,
dalam pelaksanaannya system pembagian remunerasiini harus adil dan wajar sesuai
dengan kualitas dan efektifitas kerja masing-masing karyawan.
B. Menyusun
Remunerasi (sistem pengupahan)
Sebagai
langkah awal untuk menyusun sistem pengupahan yang adil, manajemen perlu menetapkan
suatu hubungan yang konsisten dan sistematik di antara tingkat-tingkat
kompensasi dasar bagi semua pekerjaan dalam organisasi. Hal ini dapat disebut
sebagai evaluasi pekerjaan, dalam evaluasi pekerjaan manajemen berupaya
mempertimbangkan dan mengukur kinerja, keterampilan, usaha, tanggung jawab dan
sebagainya para karyawan yang diperlukan untuk prestasi kerja.
Evaluasi
pekerjaan adalah berbagai prosedur sistematik untuk menentukan nilai relatif
pekerjaan. Sasaran langsung proses ini adalah konsistensi internal maupun
eksternaldalam pengupahan dan penggajian. Konsistensi internal adalah berkaitan
dengan konsep pengupahan relatif dalam perusahaan, contoh bila seorang atasan
dibayar lebih rendah dari bawahan, maka pengupahan tidaklah konsisten. Jadi salah
satu tujuan evaluasi pekerjaan adalah untuk mengidentifikasi
pekerjaan-pekerjaan mana yang harus dibayar lebih tinggi daripada lainnya, dan
menentukan upah berdasarkan kinerja karyawan.
Konsistensi
eksternal bersangkutan dengan tingkat relatif struktur penggajian suatu
organisasi yang diinginkan dibandingkan dengan struktur yang ada dalam
masyarakat, industri atau negara. Organisasi bisa memilih untuk membayar
upah/gaji dengan tingkat rata-rata, lebih besar atau lebih kecil dari gaji yang
berlaku di luar. Berbagai survei pengupahan dan penggajian mungkin perlu
bagipenentuan konsistensi eksternal.
Dengan
tercapainya konsistensi internal dan eksternal sebagai tujuan untuk menciptakan
sistem pennggajian yang adil, manajemen dapat mengharapkan bahwa evaluasi
pekerjaan akan memberikan kepuasan baik kepada perusahaan maupun para karyawan
dalam pengupahan dan penggajian.dan melalui pengembangan konsistensi rasional,
baik secara internal maupun eksternal, akan meningkatkan kemungkinan bahwa
kompensasi itu ditetapkan secara layak dan adil.
Dalam
penetapan pendekatan sistematik untuk pengukuran ilai pekerjaan agar remunerasi
atau sistem penggajian itu dinilai adil, ada sejumlah persyaratan yang perlu
diperhatikan. Pertama organisasi atau perusahaan harus mempunyai deskripsi dan
spesifikasi setiap pekerjaan yang jelas dan akurat untuk memberikan data-data
yang diukur. Kedua, suatu keputusan harus diambil dengan memperhatikan kelompok
atau golongan karyawan dan pekerjaan yang dicakup oleh sistem evaluasi tunggal,
karna pada kenyataanya organisasi sering memiliki sistem-sistem yangn terpisah
untuk karyawan produksi dan pemeliharaan, klerikal dan administratif, ilmuwan
dan profesional, serta menejerial. Pemisahan ini penting karena masing-masing
pekerjaan memiliki unsur-unsur dan syarat-syarat pekerjaan yang berbeda. Yang terakhir
adalah penyebaran gagasan evaluasi pekerjaan kepada semua karyawan dalam
sistem. Penyebaran gagasan ini dimaksudkan untuk membuat para karyawan memahami
arti pentingnya dan tujuan evaluasi pekerjaan.
Dalam
evaluasi pekerjaan terdapat empat metode yang umum digunakan dan dapat dibagi
menjadi dua kategori. Kategori pertama mencakup metode-metode yang lebih
sederhana di mana tidak menggunakan faktor-faktor pekerjaan secara terperinci.
Pekerjaan dinilai sebagai suatu keseluruhan dengan lebih mendasarkan pada
deskripsi pekerjaan daripada spesifikasi pekerjaan. Dalam kategori ini kita
mengenal dua metode yaitu job rangking dan job grading. Metode-metode ini
paling banyak diterapkan pada organisasi pemerintahan.
Kategori
kedua mencakup metode-metode yang menggunakan pendekatan yang lebih terinci.
Faktor-faktor pekerjaan dipilih dan diukur. Serta program analisis pekerjaan
perusahaan harus menghasilkan spesifikasi pekerjaan yang menguraikan persyaratan-persyaratan
untuk setiap faktor tersebut. Dalam kategori ini kita mengenal metode
perbandingan faktor dan point system. Metoe-metode ini paling banyak digunakan
dalam industri swasta. Banyak perusahaan yang menerapkan lebih dari satu
metode. Cara terbaik untuk menguji akurasi salah satu metode adalah dengan
menerapkan metode lainnya pada pekerjaan-pekerjaan yang sama.
1. Job
rangking
Job
rangking adalah metode evaluasi paling sederhana serta paling kecil
ketepatanya. Evaluasinya dengan cara meriview informasi analisis pekerjaan
untuk masing-masing pekerjaan. Kemudian setiap pekerjaan ditentukan rangking
atau tingkatanya secara subyektif berdasarkan pada tingkat kepentingan
relatif dalam prebandingan dengan
pekerjaan-pekerjaan lain. Hal ini merupakan penyusunan urut-urutan pekerjaan
secara keseluruhan. Kelemahan metode ini adalah bahwa sangat mungkin
elemen-elemen penting berbagai pekerjaan diabaikan sedangkan item-item tidak
penting justru diberi bobot terlalu besar. Serta rengking-rangking tersebut
tidak membedakan nilai relatif di antara pekerjaan-pekerjaan.
2. Job
Grading
Job
Grading atau job clasificationn adalah metode yang sedikit lebih canggih
dibanding dengan job rangking. Organisasi atau perusahaan menyusun
deskripsi-deskripsi standar untuk kelompok-kelompok pekerjaan yang akan
digunakan untuk menilai pekerjaan-pekerjaan yang ada. Pekerjaan-pekerjaan yang
lebih penting dibayar lebih tinggi, tetapi, ketidakakuratan perbedaan di antara
kelas-kelas dapat mengakibatkan tingkat upah yang tidak tepat.
3. Metode
perbandingan faktor
Secara esensial
merupakan suatu aplikasi sistem penilaian prestasi orang pada evaluasi
pekerjaan. Metode ini mengharuskan membandingkan-komponen pekerjaan. Komponen
tersebut adalah faktor-faktor yang umum untuk semua pekerjaan dibandingkan
dengan faktor yang sama pada pekerjaan-pekerjaan lain. Metode ini memungkinkan
untuk menentukan nilai relatif setiap pekerjaan.
4. Point
system
Penelitian menunjukan
bahwa metode point system paling banyak digunakan dalam prakteknya. Dalam
metode ini selain mengngunakan upah sebagai pembanding, juga digunakan point.
Meskipun sulit untuk menyusun metode ini, tetapi metode ini lebih tepat
dibandingkan metode pembanding faktor karena metode ini lebih mempertimbangkan
faktor-faktor dengan lebih terperinci.
C. Proses
penggajian
Proses
penggajian adalah suatu jaringan berbagai sub proses yang komplek dengan maksud
untuk memberikan balas jasa kepada karyawan bagi pelaksanaan pekerjaan dan
untuk memotivasi mereka agar mencapai tujuan organisasi dan tingkat prestasi
kerja yang diinginkan. Berbagai peralatan, sistem dan kebijaksanaan secara
khusus digunakan untuk mempermudah proses penggajian. Pada umumnya, pembayaran
upah dalam organisasi ditentukan oleh aliran kegiatan-kegiatan yang mencakup
analisis pekerjaan, penulisan diskripsi pekerjaan, evaluasi pekerjaan, survai
gaji, analisis masalah-masalah organisasional yang relevan, dan lain sebagainya.[2]
D. EFEKTIFITAS
SISTEM REMUNERASI PADA BEBERAPA INTANSI PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Budaya
dan semangat perusahaaan sangat dipengaruhi oleh kecenderungan manajer yang
tidak menguatkan prestasi yang baik atau menganggap bahwa “prestasi adalah
kewajiban karyawan, mengapa saya harus
memberi imbalan?”. Dalam berbagai perusahaan terdapat kecenderungan untuk
memberikan hukuman atau imbalan. Perusahaan yang sungguh mendukung/ memperkuat
prestasi yang baik, pada umumnya kurang otoriter, lebih partisipasi dan lebih
menaruh perhatian pada individu. Sedangkan pada perusahaann yang lebih condong
pada penggunaan hukuman lebih tergantung pada budaya manajemen tradisional.
Hukum perilaku utama manusia adalah bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari
konsekuensi-konsekuensinya. Perilaku yang dihargai meningkatkan prestasi. Bila
kita belajar menghargai prestasi maka kita akan memiliki prestasi.
Apabila
manajer menggambarkan prestasi bawahan
yang buruk, apakah prestasi berpengaruh terhadap bawahan? Apa artinya
prestasi bagi karyawan?imbalan apa yang akan mengikuti prestasi yang luar
biasa? Dalam pandangan karyawan, jawaban yang paling sering diberikan adalah
bahwa tidak akan ada pengaruh apapun sekalipun mereka bekerja lebih keras,
lebih cepat, dan lebih cerdik. Yang mungkin akan lebih berbahagia sebagai hasil
prestasi tersebut adalah kehidupan manajer, tetapi kehidupan karyawan tidak
berubah. Alasan yang paling umum bagi prestasi individu yang buruk adalah
“tidak ada imbalan yang memadai untuk peningkatan prestasi”.[3]
Setiap
lembaga mengendalikan imbalan dan hukuman, dan tidak dapat melepaskan diri dari
tanggung jawab untuk mengatur konsekuensi-konsekuensi tersebut. Promosi, gaji,
bonus, pemilikan saham, keuntungan, keselamatan kerja, status, pengakuan,
pujian dan kesempatan pendidikan adalah bentuk-bentuk imbalan yang
di-distribudikan setiap hari oleh perusahaan. Imbalan tersebut adalah
biaya-biaya menjalankan bisnis. Dari imbalan tersebut perusahaan tentu akan
mendapat keuntungan kembali dan keuntungan tersebut adalah prestasi kerja
individu. Hubungan biaya-keuntungan adalah suatu fungsi hubungan kontingen
antara prestassi dan penguatan.
Walaupun
imbalan finansial unutk prestasi kerja merupakan kebutuhan nyata dan memberikan
sumbangan pada lingkungan produktif, namun imbalan tersebut tidak merupakan
jawaban. Imbalan finansial haruslah menjadi penekanan total pada prestasi
kerja. Penekanan tersebut mulai dari pengukuran. Harus ada ukuran-ukuran
prestasi kerja dalam organisasi dengan standar yang jelas bagi setiap orang
yakni prestasi kerja sebelumnya dari individu atau kelompok.
Ada
sebagian orang yang tidak suka diukur. Hal ini dimaksudkan oleh beberapa orang
yang tidak suka pada target kerja. Mereka hanya bekerja sesuai dengan
kehendaknya tanpa adanya motivasi-motivasi untuk pencapaian prestasi kerja.
Sebaliknya ada beberapa orang yang senang diukur. Merka yang senang pada
pengukuran prestasi kerja memiliki motivasi-motivasi untuk lebih bersemangat.
Mereka lebih bersemangat ketika mereka tahu bahwa apa yang dihasilkan tersebut
akan mendapatkan reward-reward dari atasan mereka.
Pemeberian
gaji melalui sistem remunerasi ini memang dipandang efektif oleh sebagian
pihak. Hal ini dimaksudkan pada sebuah sistem yang memang di dalamnya terdapat
beberapa prosedur yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam penentuan
sistem remunerasi tersebut. Pada sistem
ini dipandang sebagai suatu cara memberikan kompensasi terhadap karyawan yang
berdasarkan 3 hal, yaitu kebersamaan, keterbukaan, dan keadilan.
Sesorang
akan merasa adil jika semua karyawan atau pegawai menerima gaji yang sama rata
pada kedudukan dan tingkat pendidikan yang sama tanpa memandang aspek-aspek
lain. Yang menjadi ukuran adalah ketika seseorang tersebut masuk kerja dan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam suatu instansi, itu sudah merupakan
suatu kedisiplinan dalam pekerjaan .Akan tetapi yang menjadi perhatian adalah
bagaimana dengan para karyawan yang memiliki segudang prestasi dalam
menjalankan pekerjaanya?. Hal inilah yang kemudian muncul dan menjadi perhatian
banyak pihak. Tidak ada bedanya antara karyawan yang disiplin dengan karyawan
yang tidak disiplin. Semua dipandang sama rata, baik itu disiplin maupun tidak.
Hal inilah yang akan menjadi pemicu penurunan semangat kerja pada para pegawai.
Sebagai
misal, kinerja para pegawai di beberapa kantor instansi pemerintahan. Pada
siang hari, tepatnya pada jam kerja, banyak para pegawai yang berkeliaran di
luar kantor. Ketika masyarakat sedang membutuhkan suatu pelayanan, tidak ada
orang yang bisa diminta untuk memberikan pelayanan. Padahal tugas mereka adalah
memberikan pelayanan pada masyarakat. Sehingga 3 aspek yang menjadi tujuan
dasar sistem remunerasi yaitu kebersamaan, keterbukaan, dan keadilan tidak
tercapai dengan baik. Hal tersebut sangat terlihat bagaimana tidak efektifnya
sistem remunerasi yang diterapkan pada bebrapa instansi pemerintahan pada saat
ini. Karena prestasi-prestasi yang dituntut pada para pegawai tersebut tidak
ada sama sekali.
Jika
pada instansi-instansi tersebut diberikan insentif (suatu motivasi yang
diberikan dalam bentuk uang) mungkin hal ini akan sedikkit lebih efektif.
Maksudnya, semua pegawai tetap menerima gaji pokok yang sesuai dengan kebutuhan
para pegawai, namun ada sedikit perbedaan terhadap beberapa pegawai yang
dinilai memiliki prestasi-prestasi. Dalam hal ini faktor kebersamaan dan
keadilan tetap berjalan. Keadilan antara pegawai yang berprestasi dengan yang
tidak berprestasi. Yang berprestasi mendapatkan hak-haknya serta imbalan atas
dedikassinya terhadap perusahaan sedangkan yang tidak berprestasi tetap
mendapatkan gaji dan tunjangan-tunjangan yang lainnya sesuai kebutuhan pegawai.
Ada baiknya jika dalam sistem penggajian
pada beberapa instansi pemerintahan mencontoh beberapa perusahaan besar yang
sukses dalam memotivasi para pegawainya dengan menggunakan insentif kerja.
Namun dalam pemberian insentif, haruslah memperhatikan beberapa ketentuan,
yaitu antaranya:
1. Beberapa
alat pengukur dari berbagai prestasi karyawan haruslah dapat dibuat secara
tepat, bisa diterima, dan wajar.
2. Berbagai
alat pengukur tersebut haruslah dihubungkan dengan tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan.
3. Data
yang menyangkut berbagai prestasi haruslah dikumpulkan tiap hari, minggu, atau bulan.
4. Sandar
yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar atau tingkat yang sama untuk setiap
kelompok kerja.
5. Gaji/upah
total dari upah pokok plus bonus yang diterima haruslah konsisten di antara
berbagai kelompok pekerjaan yang menerima insentif, dan antara kelompok yang
menerima insentif dan yanng tidak menerima insentif.
6. Standar
prestasi haruslah secara periodik, dengan adanya perubahan dalam prosedur
kerja.
Hal
ini dimaksudkan agar para karyawan lebih giat lagi dan lebih termotifasi dalam
rangka untuk memperoleh insentif pada suatu perusahaan atau organisasi.[4]
Seperti halnya beberapa
perusahaan besar yang menggunakan sistem pemberian imbalan atas prestasi yang
di lakukan terlihat lebih efektif. Para karyawan lebih termotivasi dalam
bekerja dan hasilnya keuntungan yang diperoleh perusahaan berlipat. Kaitannya
dengan sistem yang terdapat di pemerintahan, karena orientasinya bukan pada
sektor laba, melainkan pada sektor pelayanan terhadap masyarakat tentunya
pemberian imbalan atas prestasi-prestasi akan menaikkan semangat kerja dalam
organisasi. Para pegawai akan berlomba-lomba dalam memberikan pelayanan dan
kepuasan terhadap masyarakat. Secara tidak langsung hal ini akan meningkatkan
efektifitas dan lingkungan kerja yang nyaman serta semangat kerja yang tinggi
dalam suatu organisasi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Remunerasi
adalah suatu sistem pengupahan yang mengatur gaji, insentif dan merit/bonus
karyawan pada suatu perusahaan. Gaji adalah pembayaran berupa uang untuk
pelayanan kerja atau uang yang dibayarkan kepada pegawai. Dalam penentuan
remunerasi menggunakan 3 prinsip dasar
agar terdapat solusi yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan, antara
lain :
1. Kebersamaan
dalam organisasi karyawan bekerja saling membutuhkan dan koordinasi yang baik
antara Revenue Center maupun Cost Center .
2. Keterbukaan,
semua karyawan dalam bekerja harus terbuka dansaling mengingatkan guna
pencapaian hasil optimal.
3. Keadilan,
dalam pelaksanaannya system pembagian remunerasiini harus adil dan wajar sesuai
dengan kualitas dan efektifitas kerja masing-masing karyawan.
Namun,
jika sistem remmunerasi yang diterapkan
pada instansi pemerintahan tidak memnuhi 3 unsur dari tujuan remunerasi itu
sendiri akan menimbulkan suatu ketidak efektifan kerja dalam organisasi. Hal tersebut sangat terlihat bagaimana tidak
efektifnya sistem remunerasi yang diterapkan pada bebrapa instansi pemerintahan
pada saat ini. Karena prestasi-prestasi yang dituntut pada para pegawai
tersebut tidak ada sama sekali.
Pada
kenyataannya, sebagian orang ada yang kinerjanya tidak suka diukur. Hal ini
dimaksudkan oleh beberapa orang yang tidak suka pada target kerja. Mereka hanya
bekerja sesuai dengan kehendaknya tanpa adanya motivasi-motivasi untuk
pencapaian prestasi kerja. Sebaliknya ada beberapa orang yang senang diukur.
Merka yang senang pada pengukuran prestasi kerja memiliki motivasi-motivasi
untuk lebih bersemangat. Mereka lebih bersemangat ketika mereka tahu bahwa apa
yang dihasilkan tersebut akan mendapatkan reward-reward dari atasan mereka.
Dalam meningkatkan prestasi-prestasi pegawai maka, ada baiknya jika sistem
penggajian di instansi pemerintahan tersebut sebaiknya para pegawai mendapatkan
insentif –insentif sesuai dengan kinerja pegawai sesuai ketentuan-ketentuan
yang berlaku dalam pemberlakuan insentif kinerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Handoko,T. Hani. 2000. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
Mangkunegara, Anwar Prabu.
2008. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Miller,Lawrence
M. 1987. Manajemen Era Baru. Jakarta: Erlangga.
[1] Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen
Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008,
halaman 89.
[2] T. Hani Handoko, Manajemen
Personalia Dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE, 2000, halaman 161.
[3] Lawrence M. Miller, Manajemen Era Baru, Jakarta: Erlangga,
1987, halaman 59.
[4] Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2008, halaman 89-90.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar